Pages

Thursday, 28 January 2016

KAMI BUKAN GENERASI ALAY




Artikel ini di tulis oleh kang Yat Lessie kemudian di banned oleh facebook, setelah di like oleh 2500 orang dan di share lebih dari 2100x. harus dimunculkan kembali, atas permintaan para sohib yang belum sempat baca . Karena bahaya yang nyata bagi generasi muda, yang diracuni pikirannya oleh semangat plagiatif GENIT-ISME …. !!!
Pertanyaannya .. quo vadis sang Revolusi Mental 

BOM DAHSYAT NAN MEMATIKAN
LAHIRNYA GENERASI GENIT BIN ALAY…!!!

Jujur…..
Saya tak begitu mengkhawatirkan bom yang mbleduk di Sarinah kemaren. Bukan karena pelakunya cuma 5 orang, dan mati semua, diberondong aparat berbaju modis. Bukan pula karena kelompoknya hanya segelintir orang, dibanding 250 juta penduduk negeri ini. Namun yang lebih penting, adalah adanya pemahaman bersama, bahwa yang mereka usung, sesungguhnya kepentingan geo politik negara negara adi kuasa, di wilayah timur tengah yang kaya minyak. Dibawa bawanya bendera agama, hanya untuk menciptakan KEGADUHAN ditingkat dunia. Persis seperti ungkapan Donald Trump , calon presiden Amerika tempo hari, yang menuai kritik keras ….

Apapun yang gaduh, dengan mudah dideteksi, dan dicari akar persoalannya serta solusinya. Yang mengerikan justru jika dilakukan dalam senyap, namun hasilnya nampak. Bak virus kecil, tak nampak, tapi jumlah korban bisa jutaan dan miliaran orang …. Itu yang harus lebih diwaspadai …

Syahdan ….
Ditahun 70 an, saat pendidikan dasar Pecinta Alam . Seorang siswa ketahuan membawa cream pemutih wajah di ranselnya, tak ayal dia dibully dengan sebutan si “ublag”, alias sebutan bagi wanita PSK. Siswa tersebut tak tahu, bahwa jangan sekali sakali membawa nilai nilai kegenitan di wilayah para petualang. Jika anda laki laki, jadilah laki-laki yang paling jantan. Jika anda perempuan, maka jadilah yang paling tangguh dan tabah diantara kaummu. Tak ada rumusnya untuk trans-gender.

Kegenitan ….
Saat ditahun tahun yang sama, muncul persaingan antara kelompokk music heavy metal, dengan dangdut. Si kribo Ahmad Albar dengan God Bless nya, berduel dengan bang Haji Oma dengan Soneta nya. Disamping banyak aliran lain, seperti pecinta Jazz, Bosanova, klasik, kroncong bahkan karawitan daerah. Musik metal dan jazz mewakili kaum gedongan, dan dangdut mewakili rakyat pinggiran. Lalu entah bagaimana mula-mulanya, kaum gedongan ini tiba tiba juga menabuh dangdutan dalam acara mereka, yang tentu dihiasi jogetnya yang khas.

Muncul pertanyaan, apakah mereka pindah aliran musik, karena memang paham dan menikmati alunan musiknya , ataukah karena mulai merebaknya wabah … KEGENITAN SOSIAL ?.
Sebuah tingkah laku yang cenderung over acting, meng ada-ada, plagiatif alias meniru-niru sesuai dengan trend yang tengah berlaku ….
Seperti hanya untuk memperlihatkan keakuan, yang sok peduli pada produk negeri sendiri. Yang biasa mentereng, lalu pura-pura menjadi gembel kelas masyarakat pinggiran. Di era 70 – 80 an, hal ini ramai dibahas dan dibicarakan ….

Namun kegenitan nampaknya berlanjut terus. Budaya peniru tak berhenti sampai disitu. Sebuah trend dengan mudah dilahap tanpa filter, semata hanya ingin dikatakan mengikuti trend. Saat para pesohor di belahan sana melakukan bi-sex, di negeri inipun bermunculan selebriti yang bi-sex. …
Jangan pula ditanya tentang tingkah laku keseharian mereka, yang dipenuhi oleh drugs and drunk, yang disambar pula, hanya untuk mengukuhkan diri sebagai orang yang TRENDY….

Jaman dulu, ketika ada orang yang mengatakan “banci” , artinya sebuah tantangan terbuka, sebuah penghinaan berat, yang hanya bisa selesai dengan permintaan maaf, atau diselesaikan dengan cara laki-laki. Konsekwensi logis dari laki-laki kemayu, adalah sebuah hukuman sosial, dikatakan ublag atau banci. Dan tak seorangpun perempuan yang mau menjadi pasangan lelaki macam ini.

Tesi dari Srimulat, berpakaian seperti perempuan, hanya untuk acara komedi. Namun diikuti dengan generasi selanjutnya, para selebriti yang jelas-jelas lelaki, namun berpakaian dan berperilaku seperti perempuan. Kaum banci tiba tiba dipuja. Trend the King of the Pop Music, Michael Jackson seolah menjadi pembenaran di seluruh dunia, termasuk di negeri ini. Lalu kaum bisexual, tak lagi jengah untuk memproklamirkan diri secara terbuka sebagai kelompok homo-sexual …

Di media massa, hal serupa terjadi ….
Dalam sinetron dimunculkan tokoh tokoh pemuda , berwajah bersih kelimis, dengan bibir yang lebih merah dari pemeran wanitanya sendiri … he he . Biasanya pula sang tokoh ini, menjadi anak mamah yang sempurna. The mother boys yang selalu rapih, dengan jelly mengkilap di rambutnya. Pujaan para gadis ( konon ), namun kebanyakan menjadi pujaan para ibu pirsawan di rumah, yang dengan gemas memandangi bibir merah bak delima merekah.

Lelaki normal manapun, pasti risih, saat pembawa acara (sekarang sudah almarhum) dengan terbuka merayu lelaki lain di TV, lewat gerakan tubuh, pandangan mata dan belaian tangannya. Bukan cuma risih, namun muak dan pengen muntah rasanya, jijik melihat tontonan sesama jenis seperti itu.
Dahsyatnya … itu yang disuka para penonton belia …. Lelaki yang bertingkah mirip perempuan, tanpa ada rasa risih sedikitpun. Mereka hanya mementingkan popularitas diri, daripada membuat acara yang berisi tuntunan, ketimbang tontonan semata.

Tak salah, ketika epsisode selanjutnya, melahirkan generasi alay … . generasi yang full genit.
Saya hanya tak bisa membayangkan, jika negara ini diserbu musuh. Lalu pemuda yang kemayu, bergerak lemah gemulai, lalu bisa apa ?. Berwajah kelimis, berbicara centil ini …akan ada dimana mereka ini ?

Generasi tua yang tak pula kalah genitnya, saat melihat para pesohor dunia, memakai ferari dan lamborghini, yang rumah dan villa-villa indahnya bertebaran dimana mana. Lalu mereka juga bergenit ria, me niru-niru gaya hidup mereka. Biar harus nyolong duit negara, mumpung jadi wakil rayat dan pejabat negara, hanya demi trendy dslam bergaya…. Kegenitan sosial terjadi di seluruh negeri … hhhh ..

Jika ada terorisme radikalisme, disana ada densus . Jika ada separatisme, disana ada kopassus. Jika ada korupsi, disana ada KPK….. Serbuan sporadis, yang hanya menyertakan puluhan, ratusan, atau paling banter ribuan orang.

Namun saat serbuan genit-isme ini muncul, siapa yang akan menghadapi ?. Padahal jumlahnya sudah jutaan di negeri ini. Dan setiap hari bertambah terus, karena tayangan televisi yang jelas-jelas mempertontonkannya tanpa tedeng aling-aling. Para presenter kemayu, dengan bahasa dan tubuh yang lebih genit dari kaum perempuan sendiri. Setiap hari menjadi tontonan ….

Bersukur, saya, kami, kita semua, bukan berada diwilayah abu abu itu.
Hidup berada didunia tanpa topeng muka, jauh dari sandiwara. Seraya menghargai orang apa adanya. Saat penghargaan diberikan karena prestasi dan jam terbang. Bukan hasil dari sebuah pencitraan seketika, hasil rekayasa sebuah golongan dan kepentingan ….

Kadang dengan rambut gondrong tanpa jeli. Atau hanya berpakaian apa adanya tanpa pewangi. Namun ketika datang bencana, mereka yang selalu berada digaris depan. Siap menerobos hutan rimba, mampu bertahan dalam tekanan. Tak pula menjadi gila akibat kelaparan, tak menjadi sinting karena memunguti serpihan jenazah korban kejadian tak diharapkan.

Ketika semua orang sibuk bicara bela negara. Saya cuma mampu berguman, beri mereka senjata, ajari cara menembak. Dan mereka akan sanggup bergerilya di rimba-rimba, menahan serbuan musuh, yang ingin berkuasa di negeri tercinta, bersama sama dengan para tentara.
Saya mempunyai keyakinan ini, karena satu hal .. mereka bukan generasi alay bin jablay !!!

Bom Thamrin, syukur hanya dalam 3 jam mampu dibersihkan
Bom alay, sudah bertahun-tahun hanya dibiarkan …

Lalu Quo vadis … sang revolusi mental

-Yat Lessie-

#curhatsakingsebal#

No comments:

Post a Comment